Jambi.Updateku.com – Keberadaan Asrama Putra Pondok Kristofel di Pondok Kopi, Kotamadya Jambi, tidak lepas dari seorang misionaris SCJ bernama Theodorus Kooijman (1921-2004). Rekan-rekan misionaris Belanda memanggilnya Direk Kooijman.
Baca juga : Gubernur Jambi Al Haris Bawa Tanah Pilih dan Air Kolam Telago Rajo, Prosesi Penyatuan Tanah dan Air di IKN
Saya pertama kali mengenal Pastor Kooijman di Panti Asuhan “Rumah Yusup” Baturaja tahun 1978, ketika saya melewati satu tahun sebagai frater Tahun Orientasi Pastoral.
Saat itu beliau lewat di dalam perjalanan entah dari mana dan mau ke mana, saya tidak ingat. Yang tidak lepas dari ingatan saya ialah bahwa beliau berambut gondrong dan memakai baret ala Che Guevara (1928-1967), legendaris pemberontak asal Argentina, yang bergabung dengan Fidel Castro asal Cuba, dan dibunuh di hutan Bolivia pada usia 39 tahun.
Baca juga : 7 Kabupaten Di NTT Bawa Air Dan Tanah Ke Gubernur Untuk IKN Nusantara
Mengapa Pastor Direk Kooijman SCJ dandanannya seperti Che?
Tahun-tahun kemudian, saya menjadi ngeh alias meyakini tahu bahwa Direk Kooijman itu seorang pemberontak yang melawan rekan-rekan misionaris, demi untuk nasib masa depan kaum muda katolik yang tinggal di luar kota Jambi.
Mengapa? Yang umum, Yayasan Xaverius banyak melayani kaum muda di kota-kota. Sementara yang di daerah pemukiman baru, terutama di daerah transmigrasi luar kota, siapa yang bermimpi dan memperjuangkan?
Pastor Theodorus Borst SCJ bersama Pastor Willhelmus Hoffmann SCJ saat dipenjara di Muntok oleh tentara Jepang bermimpi untuk melayani kader-kader katolik melalui Asrama Putra.
Baca juga : DPW ILDI Lamongan Dilantik Indeks Kebahagiaan Masyarakat Lamongan Akan Meningkat
Cita-cita itu baru terwujud 20 tahun setelahnya, yaitu memulai Asrama Darussallam Kotabumi, Lampung Utara. Biayanya dari APP Gereja Katolik Belanda.
Kembali ke Pastor ‘pemberontak Che Guevara’ Kooijman SCJ dari Luar Kota Jambi. Pondok Kristofel—Santo Christophorus, yang menyeberangkan kanak-kanak Yesus—divisimisikan bukan sebagai Rumah Retret atau Tempat Ziarah Devosional Bunda Maria, tetapi sebagai Asrama Putra untuk anak-anak dari luar kota Jambi.
Pernah berjalan dengan menghasilkan buah. Dari mereka ada yang namanya Yustinus Vena Handoko, asal Stasi pasang-surut Rantau Rasau, Pater Vincentius Anggoro Ratri SCJ, misionaris di Argentina, dan lain-lain.
Baca juga : UNESCO Akan Kunjungi Geopark Merangin Jambi
Pondok Kristofel pernah hendak diintegrasikan sebagai karya Paroki Santa Theresia dari Lisieux, namun para pemimpin Propinsi SCJ Indonesia yang nota bene mulai coklat kulitnya tidak mengijinkan. Karenanya Pondok Kristofel tetap menjadi milik Tarekat SCJ sebagai Opera Propria.
Seperti yang lain, para misionaris yang berkarya di Sumatera Bagian Selatan yang sangat luas, dibiasakan menjadi single fighter, artinya pergi ke daerah misi selama tiga tahun; mendapat waktu untuk cuti tiga bulan; saat itu mencari pendukung alias donatur untuk bisa survive selama tiga tahun berikutnya.
Dengan kata lain, memaknai nama SCJ sebagai Sie Collectieren Immer—mereka yang selalu mengumpulkan uang kolekte saat cuti.
Baca juga : Wakil Walikota Maulana Bebaur Bersama Masyarakat
Lho, keuskupan? Uskupnya juga misionaris, yang mesti survive dengan hidup dan organisasinya. Apalagi saat-saat mereka masuk ke Nusantara, belum ada NKRI, dunia dilanda krisis keuangan baik sebelum PD II maupun saat dan setelahnya.
Singkat kata, Pastor ‘Che Guevara’ Direk Kooijman, yang sebelum wafat di Heerle, Belanda Selatan, mengalami demensia, lupa bahwa ada di Belanda dan nerocos berbahasa ala Jambi, dirinya ‘dipasung’ di kursi roda.
Baca juga : Wakil Walikota Maulana Melantik Forum Komunikasi Keamanan Lingkungan Serta Melaksanakan Bhakti Sosial
Ia harus duduk di kursi roda, dan dikunci dengan palang kayu supaya tidak pergi-pergi. Saya menyaksikannya sekitar tahun 2000. Untuk hal ini saya tidak tega mengabadikannya dengan ambil foto.
Beliau bersama Pastor MJ Weusten SCJ (1923-2003)—yang berseberangan di dalam hal memperjuangkan pendidikan kaum muda—mesti mengakhiri sisa hidupnya di Komunitas Heerle, di Belanda Selatan, yaitu komunitas inter-Tarekat Hidup Bhakti, untuk para lansia yang sulit diatur.
Orang Belanda punya pepatah, God kan recht op kromme lijnen scrijven–Allah dapat menulis lurus di atas garis yang berbengkok-bengkok. Begitulah Che Guevara van Blando-Jambi yang kita cintai.
Baca juga : Gubernur Jambi Al Haris : Penyelenggaraan Event Salah Satu Upaya Pemulihan Ekonomi
Pater Haweyau SCJ alias Hadrianus Wardjito, Jakarta 16 Februari 2022
(red). Katolikana
Discussion about this post